6 Pilar Karakteristik Anak yang Diterapkan dalam Model Pendidikan Holistik
Ingatkah Kamu dengan pemikiran Abraham Maslow teoretikus kepribadian tentang pendidikan? Sekilas, ia pernah mengungkapkan pendidikan merupakan proses aktualisasi diri. Wujud aktualisasi diri ditandai dengan kesadaran, kejujuran, kebebasan, dan kepercayaan.
Kini, semua hal tersebut terangkum dalam pendidikan holistik berbasis 6 (enam) pilar karakter anak. Harapannya, melalui penerapan Enam pilar tersebut, kelak menjadi manusia yang bisa memiliki pribadi yang berkualitas serta mampu mengantisipasi masa depan.
Berikut ini penjelasan 6 (enam) pilar karakter anak yang diterapkan dalam pendidikan holistik.
1. Cinta Tuhan dan Segenap Ciptaan-Nya
Pilar cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya merupakan poin utama yang diajarkan kepada anak-anak supaya mengimani keberadaan Sang Khalik. Konsep pengajaran mencakup dua hal, yakni rasa syukur dan kasih sayang.
Bersyukur berarti mengungkapkan terimakasih pada Tuhan atas segala karunia dan rahmat-Nya. Telah mencapai tahap ini, Kamu harus memberikan contoh yang aplikatif. Semisal, menceritakan tentang ciptaan Tuhan berupa sungai, laut dan sebagainya.
Katakan pada si kecil, bahwa sungai merupakan salah satu sumber kehidupan bagi manusia. Karena itu, anak harus bisa mensyukuri nikmat tersebut dengan cara menjaga kebersihan sungai. Untuk mengungkapkan syukur secara spiritual, ajak anak untuk melaksanakan ibadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing.
Selain mengajarkan cara bersyukur, anak pun harus memahami makna cinta terhadap Sang Khaliq. Cinta tersebut bisa diwujudkan dengan menanamkan kasih sayang kepada semua makhluk ciptaan Tuhan. Makhluk tersebut tidak hanya manusia, tetapi juga tumbuhan, hewan dan Alam sekitar.
Apabila kasih sayang sudah tertanam dalam jiwa anak, ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang positif. Kelak, anak mampu pun mampu menjaga keharmonisan di masyarakat dengan menghormati dan menghargai orang lain, menghindari peperangan, serta mencegah perpecahan.
2. Baik dan Rendah Hati
Sikap baik dan rendah hati ditandai dengan munculnya karakter lemah lembut, sikap yang pemurah, sopan, santun, dan sederhana. Seseorang yang selalu bersikap rendah hati berarti mampu mensyukuri karunia dan nikmat dari Sang Pencipta. Rendah hati juga membentuk seseorang menjadi pribadi yang mulia.
Supaya anak memiliki kerendahan hati, Kamu harus mengajarkan sejak dini. Mulailah dengan cara paling sederhana, misalnya menghindari sifat suka pamer. Ketika anak mendapatkan mainan atau benda baru, katakan kepadanya untuk tidak menunjukkan pada teman-teman.
Karakter rendah hati juga bisa dimunculkan dengan mengajari anak untuk mengucap kata “maaf” setiap kali berbuat salah. Misalnya, anak baru saja mengotori lantai kelas, Kamu mengetahui hal itu. Katakan kepadanya, bahwa Kamu tidak akan marah jika ia berani mengakui perbuatannya.
Membuat si kecil menerima kekurangan dirinya pun dapat membentuk sikap rendah hati. Berikan pemahaman pada anak, bahwa tidak ada manusia di dunia ini yang sempurna. Meski begitu, tiap anak memiliki potensi berbeda. Jadi, pastikan anak memiliki kepercayaan diri untuk mengasah potensi tersebut.
Cara paling sederhana dalam mengajarkan kerendahan hati adalah memberikan teladan. Peran Kamu sebagai orang tua maupun guru harus menunjukkan sikap rendah hati dengan tidak segan memberikan penghargaan. Ucapkan kalimat pujian untuk setiap anak atau murid yang berhasil mencapai prestasi tertentu.
Jika anak membutuhkan dukungan, berikan dengan sepenuh hati. Tunjukkan pada anak, bahwa Kamu bangga melihat pencapaiannya terlepas dari hasil yang ia peroleh.
Selain menjadi teladan, Kamu dapat mengajarkan kerendahan hati melalui dua kata, yaitu “terima kasih” dan “tolong”. Ajari anak untuk mengucapkan “terima kasih” jika diberi sesuatu oleh orang lain. Misalnya, seseorang memberikan sejumlah uang, pastikan anak menyampaikan terima kasih secara langsung kepada orang tersebut.
Selanjutnya mengucapkan kata “tolong” yang bisa diterapkan ketika anak memerlukan bantuan orang lain. Sebagai contoh, anak ingin mengambil benda di atas lemari, tetapi ia tidak mampu. Saat melihat temannya yang berbadan tinggi, tentu anak ingin meminta bantuan. Pastikan, ia melontarkan kata “tolong” sebelum mengatakan, “Ambilkan benda itu.”
Sementara itu, untuk membentuk karakter baik hati pada anak, Anda dapat memulainya dengan mengajak anak memberikan bantuan kepada orang yang tertimpa musibah. Misalnya, menyumbangkan baju layak pakai dan memaketkan buku-buku pelajaran ke daerah-daerah yang masih tertinggal.
3. Mandiri, Disiplin dan Tanggung Jawab
Membentuk sikap mandiri, disiplin, dan tanggung jawab harus dimulai dari usia dini. Sebagai permulaan, Kamu bisa mengasah kedisiplinan anak dengan membuat sejumlah peraturan. Semisal, menentukan waktu bermain, belajar, dan kapan beristirahat.
Berawal dari kebiasaan mematuhi aturan waktu tersebut, sikap disiplin akan mendorong anak menjadi lebih bertanggung jawab. Jika ada aturan yang dilanggar, pastikan agar si kecil mendapatkan konsekuensinya. Namun, konsekuensi tersebut tidak boleh bersifat kekerasan dan harus bersifat edukatif.
Sebagai contoh, Anda membuat peraturan, tiap anak harus masuk kelas pukul tujuh pagi. Suatu hari, seorang anak melanggar aturan tersebut dengan berangkat pada pukul tujuh lewat tiga puluh menit. Untuk konsekuensinya, coba berikan hukuman mendidik, semisal menyanyikan lagu Indonesia Raya sampai selesai ataupun menghafal Pancasila.
Selain menanamkan disiplin, Kamu pun perlu membentuk sikap mandiri pada anak melalui aktivitas rutin. Contohnya, usahakan anak makan sendiri, mengambil minum, dan merapikan peralatan belajarnya secara mandiri. Dengan begitu, si kecil akan merasa lebih siap menghadapi kehidupan di masa mendatang.
Lantas, bagaimana membentuk sikap tanggung jawab pada diri anak? Penanaman tanggung jawab dapat dilakukan dengan memberikan beberapa jadwal dan rutinitas. Semisal, setiap anak wajib menjalankan piket harian, mengerjakan pekerjaan rumah, dan mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk kegiatan pembelajaran di sekolah.
4. Jujur, Amanah, dan Berkata Bijak
Jujur merupakan aspek karakter yang memegang peran sebagai kunci kehidupan. Menanamkan kejujuran harus dilakukan sejak dini supaya melekat dalam diri anak. Dengan demikian, anak bisa menjadi sosok rendah hati, menerima, dan berperilaku terpuji.
Di samping menjaga kejujuran, anak juga harus memiliki sikap amanah. Artinya, setiap anak yang bisa bersikap amanah pasti mempunyai tanggung jawab tinggi. Untuk menguatkan karakter ini, anak perlu diberikan tugas di sekolah.
Contoh, pihak sekolah mewajibkan program tabungan hari Jumat bagi semua murid. Karena kewajiban tugas tersebut, otomatis orang tua murid akan menitipkan sejumlah uang kepada anaknya. Jika sikap amanah sudah terbentuk dalam diri anak, ia pasti menyerahkan uang tersebut ke pihak sekolah untuk ditabung.
Seiring dengan terbentuknya sikap jujur dan amanah, guru perlu menghindarkan anak dari perkataan buruk. Artinya, anak harus terbiasa memilih kata yang tepat dalam menyampaikan pendapat maupun mengutarakan pemikirannya.
Untuk membiasakan hal tersebut, Kamu bisa memasang tulisan yang berisi kata mutiara di tempat penting di sekolah. Misalnya, meletakkan kata bijak di gazebo, lorong kelas, dan dinding kelas.
5. Hormat, Santun, dan Pendengar yang Baik
Keharmonisan dan kedamaian dalam kehidupan masyarakat bisa diwujudkan dengan menjaga sikap santun dan rasa hormat terhadap orang lain. Bersikap santun berarti berperilaku halus, baik, sabar, dan tenang. Jika disatukan dengan sikap sopan, terbentuk rasa hormat yang ditampilkan melalui budi pekerti, tata krama, dan peradaban.
Tidak hanya itu, rasa hormat juga diwujudkan dengan bersikap menghargai orang lain. Penghormatan perlu dilakukan supaya anak bisa mengetahui cara memperlakukan orang yang lebih tua, lebih muda, maupun sebaya. Membiasakan sikap hormat pada anak juga membentuk dirinya menjadi pribadi yang patuh pada guru dan orang tua.
Lalu, apakah sikap santun dan hormat bisa membentuk anak menjadi pendengar yang baik? Meskipun tidak mudah, karakter tersebut dapat tertanam dalam diri anak-anak dengan latihan. Misalnya, anak diajak mendengarkan ceramah saat salat Jumat, mengikut kuliah duha, dan memperhatikan guru yang sedang menyampaikan materi.
6. Dermawan, Suka Menolong, dan Kerja Sama
Dermawan diartikan sebagai karakter pemurah hati atau seseorang yang suka beramal. Untuk membentuk karakter dermawan pada diri anak-anak, Kamu perlu menerapkan beberapa kebiasaan yang sifatnya sosial. Misalnya, setiap hari Jumat, anak-anak wajib memberikan infak di masjid.
Karakter dermawan juga bisa dibentuk dengan membiasakan anak untuk berbagi. Misalnya, anak membawa banyak makanan, sementara ada temannya yang belum makan. Supaya karakter dermawan tertanam dalam diri anak, ajak ia untuk memberikan sebagian makanan tersebut kepada temannya.
Anak dengan karakter dermawan, biasanya suka menolong. Ia mudah merasa simpati dan empati pada orang lain yang sedang kesusahan. Cobalah untuk membimbingnya agar melakukan aksi saat ia terlihat berempati.
Misalnya, saat berada di sekolah, anak melihat gurunya membawa banyak buku. Ketika Anda melihat perhatian si kecil tertuju pada sang guru, ajak ia untuk membantu membawakan sebagian buku.
Sikap kerja sama juga perlu dimiliki oleh anak. Pasalnya, dalam menjalani kehidupan di masa mendatang, anak membutuhkan bantuan orang lain. Meskipun kepribadian mandiri terbentuk di dirinya, kerja sama harus tetap dilakukan supaya pekerjaan cepat selesai. Dengan bekerja sama, tugas-tugas anak pun menjadi lebih ringan.
Untuk melatih kerja sama pada anak, Kamu dapat menggunakan media permainan kelompok. Seperti Contoh, permainan pipa lines yang mengharuskan tiap kelompok menjaga bola di pipa agar tidak jatuh. Bisa juga dengan permainan dragon ball.
Dalam games dragon ball, masing-masing kelompok mesti mengeluarkan bola pingpong dari dalam pipa berlubang. Pipa tersebut diisi air; semua anggota harus bekerja sama menutupi lubang supaya bola bisa naik ke permukaan.
Kamu juga dapat mengasah jiwa kerja sama pada anak lewat kegiatan pertandingan olahraga. Bentuk olahraga yang tepat untuk anak TK, antara lain lempar tangkap bola, sepak bola, dan lompat tali. Sementara olahraga untuk anak SD, lebih bervariasi, misalnya bola kasti, basket, serta lari estafet.
Membiasakan menukar anggota kelompok pun bisa mengasah jiwa kerja sama. Kamu dapat melakukannya tiap pergantian minggu agar antaranggota saling mengenal.
Demikian ulasan seputar 6 pilar karakteristik anak yang menjadi dasar pendidikan holistik. Semoga informasi ini bermanfaat dan menambah khasanah keilmuan kita. Tanam kepribadian baik melalui Pendidikan Psikologi yang tepat.